Salam Mahasiswa, Salam Perjuangan, Salam Perubahan,
17 Agustus 1945, momentum
sejarah yang tak akan pernah terlupakan oleh rakyat Indonesia. Momentum sejarah
yang selalu menjadi buah cerita untuk anak-anak bangsa. Dimana pada saat itu,
sebuah negara kepulauan besar lahir di dunia ini. Sebuah negara yang lahir bukan
karena pemberian atau hadiah dari kaum-kaum yang menjajahnya, tetapi lahir melalui
perjuangan panjang yang harus dihadapi oleh rakyatnya yang rela mengorbankan
harta, darah dan jiwa. Yang tak akan pernah takut berhadapan dengan teng-teng
besi, walaupun hanya bersenjatai bambu-bambu kayu. Sebuah negara yang diberi
nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hingga usia kemerdekaan yang
ke-66 ini, Bangsa Indonesia masih sering disebut sebagai “raksasa tidur”. Bangsa
ini memiliki sumber daya alam yang melimpah, wilayah yang sangat luas, jumlah
penduduk yang besar, keanekaragaman yang mengagumkan dan segenap potensi lain
yang sayangnya belum tergarap secara optimal oleh rakyatnya. Indonesia adalah
raksasa yang kehadirannya disadari sejak kemerdekannya. Tetapi ironinya, ia
adalah raksasa yang sedang dan masih terus tertidur dan seolah-olah tak ada yang
tau kapan ia akan terbangun dan menunjukkan taringnya.
Perjalanan Bangsa ini sudah
begitu jauh, tetapi kita justru banyak melalaikan perjalanan panjang itu.
Pancasila yang diagung-agungkan sebagai falsafah bangsa dan fondasi kehidupan
bangsa nyatanya lebih sering dipajang sebagai simbol belaka. Dan hinanya lagi,
ia sering dipermainkan dalam adegan politik yang penuh dengan kemunafikan.
Apakah arti
merdeka di negeri yang katanya sudah merdeka ini?
Merdeka bagi mereka yang bebas mempermainkan hukum. Merdeka bagi mereka yang bebas melakukan korupsi, tanpa pernah takut akan berhadapan dengan hukum karena hukum di negeri ini bagaikan pisau yang terbalik, tajam bagi rakyat bawah dan begitu tumpul bagi rakyat atas.
Apakah
rakyat kecil di negeri ini sudah mendapatkan kemerdekaannya?
Merdeka bagi mereka yang
sering tertindas, tak ubahnya bagai gurauan rutin belaka. Mereka (fakir miskin
dan anak-anak terlantar) yang katanya dipelihara oleh negara,
yang mana diamanatkan dalam UUD 1945 kepada negara nyatanya harus membanting
tulang, memeras keringat, berjuang melawan kerasnya persaingan di negara ini,
hanya demi mencari sesuap nasi. Tetapi lihatnya orang-orang yang duduk di sebuah
gedung yang mewah itu. Orang-orang yang menganggap dirinya adalah wakil rakyat.
Apakah mereka memang benar-benar wakil rakyat? Mereka memang benar-benar wakil
rakyat, yang mewakili rakyat-rakyat miskin untuk menikmati kekayaan Negeri ini,
yang katanya punya rakyat. Mereka yang dipelihara oleh negara untuk mewakili
fakir miskin dan anak-anak terlantar yang ada di negara ini.
Kemerdekaan di negeri ini pada
kenyataannya tidak pernah memberi keadilan bagi rakyat kecil. Lihatlah kasus
mbok Minah, beliau hanya mengambil beberapa biji kakao saja, tetapi mendapatkan
hukuman yang sejajar dengan koruptor di negeri ini, yang nyatanya telah mencuri
milyaran uang negara. Bagi mereka, kemerdekaan tak ubahnya kisah sejarah
anak-anak sekolah dasar. Tanpa pernah merasakan arti kemerdekaan itu sendiri.
Kemerdekaan bak fatamorgana, karena kenyataannya kemerdekaan di negeri ini
hanya sebuah belenggu dan penindasan pada rakyat kecil.
Kemerdekaan di negeri ini
hanya untuk mereka yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh untuk menguasai negara
ini, tak melihat apakah mereka rakyat Indonesia atau bukan. Orang-orang asing
lah yang merdeka di negeri ini, karena mereka lah yang merdeka untuk menguasai bumi,
air dan kekayaan alam lain yang terkandung didalam negara ini yang katanya
harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat, tetapi itu hanya bualan belaka.
Tidaklah pantas kita merayakan kemerdekaan bangsa
ini, jika saat ini disekitar kita masih banyak orang-orang yang berjuang
melawan kerasnya hidup hanya demi sesuap nasi, demi menghidupi anak dan istri.
Sedangkan disisi lain korupsi semakin tumbuh dan berkembang tanpa ada yang
berani dan mau untuk memberantasnya.
Tidaklah pantas kita merayakan kemerdekaan bangsa
ini, jika masih banyak tangis anak-anak terlantar yang sedang menahan lapar,
gelandangan merajalela dan penggangguran dimana-mana. Sedangkan disisi lain
para pejabat disana duduk dengan nyaman menikmati fasilitas yang diberikan negara
dengan menggunakan uang rakyat.
Tidaklah pantas kita merayakan kemerdekaan bangsa
ini, jika disekitar kita masih banyak sekolah rusak, anak-anak tidak bisa
bersekolah karena mahalnya biaya pendidikan di negeri ini. Sedangkan para wakil
rakyat disana meminta dibuatkan gedung kerja baru yang harganya hingga
terliunan rupiah.
Tidaklah pantas kita merayakan kemerdekaan bangsa
ini, jika disekitar kita masih banyak orang-orang sakit yang tidak mampu
berobat ke rumah sakit karena biaya pengobatan yang sangat mahal, yang katanya
setiap warga negara berhak memperoleh pelayanana kesehatan dan negara
bertanggung jawab dalam penyediaan fasilitas kesehatan.
Apakah
ini buah dari Proklamasi Kemerdekaan?
Apakah
ini tujuan dari kemerdekaan bangsa ini?
Apakah
ini yang dicita-citakan oleh para pejuang kemerdekaan?
Bukan...
Ini
bukan buah dari proklamasi...
Ini
bukan tujuan kemerdekaan...
Ini
bukan cita-cita para pejuang...
Negeri ini terancam
kehilangan harapan masa depan akibat berbagai praktik kehidupan berbangsa yang
mengkhianati cita-cita proklamasi. Cita-cita itu hanya kata-kata manis yang
begitu kerap dilecehkan demi kepentingan-kepentingan pribadi dan hasrat
kekuasaan. Elite politik sudah terbiasa tanpa rasa malu menggunakan jabatannya
untuk kepentingan pribadi dan golongan daripada untuk kepentingan rakyat.
Sampai saat ini, nyatanya
kita tidak mampu belajar dan meneruskan cita-cita para founding fathers kita tentang hidup bersama sebagai bangsa. Hidup
berbangsa dengan melihat bangsa sebagai rumah bersama yang menyadari bahwa
setiap perbedaan adalah suatu niscaya kebersamaan dan mengembangkan sikap bahwa
kemerdekaan untuk semua, bukan untuk sebagian golongan saja. Maka, marilah kita
kembali pada jiwa proklamasi sebagai bangsa yang bermartabat, yang memiliki
jiwa merdeka, keikhlasan untuk berkorban, tekad bersatu dalam keragaman serta
siap membangun jiwa dan raganya untuk Indonesia yang merdeka. Semoga bangsa ini
benar-benar akan menemui makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Untuk kemerdekaan
indonesia yang lebih baik, Hidup Mahasiswa. . . !
No comments:
Post a Comment